REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA — Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mencatat provinsi ini mengalami deflasi sebesar 0,86 persen pada bulan Februari 2025. DIY telah mengalami deflasi selama dua bulan berturut-turut sejak awal tahun.
“Angka ini merupakan deflasi terdalam selama beberapa waktu terakhir,” kata Kepala BPS DIY, Herum Fajarwati, dalam rilis Berita Resmi Statistik di Kantor BPS DIY, Senin (3/3/2025).
Penyebab utama deflasi adalah turunnya kelompok pengeluaran Perumahan, Air, Listrik, dan Bahan Bakar Rumah Tangga sebesar 6,49 persen dengan andil deflasi 1,04 persen. Penurunan ini terutama dipicu oleh adanya diskon tarif listrik sebesar 50 persen.
“Deflasi pada tarif listrik terjadi karena ada diskon 50 persen. Pada Februari, baik prabayar maupun pascabayar sudah terdeteksi, sedangkan Januari baru yang prabayar,” jelas Herum.
Komoditas lain yang turut menyumbang deflasi antara lain bawang merah (-0,04 persen), cabai merah (-0,04 persen), dan daging ayam ras (-0,02 persen). Sementara komoditas yang justru mengalami inflasi adalah emas perhiasan (0,08 persen), sigaret kretek mesin (0,05 persen), dan bensin (0,03 persen).
Secara tahunan (year-on-year), DIY juga mengalami deflasi sebesar 0,30 persen. Berdasarkan data BPS sejak 2019, baru pada Februari 2025 inilah DIY mengalami deflasi secara tahunan.
Meski demikian, Herum menegaskan angka deflasi tersebut masih belum dalam tahap aman mengingat tarif listrik masih berpotensi naik yang dapat memicu inflasi kembali.
BPS DIY juga melaporkan nilai ekspor Januari 2025 mencapai 43,41 juta dolar AS, turun 26,86 persen dibanding Desember 2024, namun naik 8,04 persen dibanding Januari 2024. Amerika Serikat menjadi negara tujuan ekspor terbesar dengan nilai 17,45 juta dolar AS.
Sementara nilai impor DIY Januari 2025 mencapai 18,57 juta dolar AS, naik 17,23 persen dibanding bulan sebelumnya. Cina menjadi negara pemasok terbesar dengan nilai 6,75 juta dolar AS. Neraca perdagangan DIY pada Januari 2025 mengalami surplus 24,84 juta dolar AS.